Coba kamu duduk sebentar.
Tarik napasmu pelan-pelan... dan dengarkan ini.
Kamu tahu mengapa akhir-akhir ini hatimu terasa sempit saat berhadapan dengan orang tuamu?
Karena kamu mulai lupa...
bahwa mereka bukan sosok yang sempurna, melainkan manusia, yang pernah hancur-hancuran menyusun hidup, demi kamu.
Jika hari ini kamu bisa makan, tidur di tempat yang layak, dan sekolah hingga setinggi-tingginya, itu bukan karena kamu hebat, melainkan karena ada dua manusia yang rela menggadaikan hidupnya untukmu, tanpa pernah menagih balasan.
Sekarang mereka menua. Suaranya pelan, langkahnya lambat, pertanyaannya diulang-ulang, dan kadang emosinya meledak. Lalu kamu... merasa mereka menyusahkan? Merasa lelah?
Merasa jenuh mengurus mereka?
Maaf, tetapi bukankah dulu kamu juga seperti itu? Dan mereka tetap memelukmu tanpa syarat.
Kamu bisa saja berkata, "Aku lelah, Ma, Pa. Aku banyak pekerjaan. Aku juga punya kehidupan sendiri." Tapi satu hal yang harus kamu tahu:
Dulu mereka juga lelah, tapi tidak pernah bilang. Mereka juga punya kehidupan, tapi memilih kamu.
Sadarkah kamu?
Terkadang Allah menguji kualitas hatimu...
bukan melalui orang jahat,
tetapi melalui orang tua yang mulai lemah.
Sebab siapa pun bisa sabar terhadap orang asing, namun hanya orang yang benar-benar beriman yang mampu bersikap lembut pada orang tua yang mulai rapuh.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan jika keduanya (orang tuamu) telah mencapai usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah', dan janganlah kamu membentak mereka..."
(QS. Al-Isra': 23)
'Ah' saja Allah larang.
Bukan karena kata itu menyakitkan, tetapi karena ia cerminan ketidakikhlasan hatimu.
Tahukah kamu?
Di dunia ini, banyak yang menyesal bukan karena tidak bisa membahagiakan orang tuanya, tetapi karena terlalu lama merasa "terbebani" oleh mereka. Dan ketika penyesalan itu datang, orang tuanya telah tiada. Yang tersisa hanyalah doa di atas tanah, yang tak bisa menjawab.
Kamu bilang mereka cerewet?
Kamu lupa saat kecil, kamu berbicara tanpa henti, dan mereka sabar. Kamu bilang mereka beban? Dulu kamu menangis, muntah, demam, dan mereka panik seakan dunia runtuh. Tanpa mengeluh. Tanpa bilang kamu merepotkan.
Lalu kini, ketika mereka butuh kamu,
kamu membatasi waktu? Membalas perkataan mereka dengan wajah masam?
Sungguh...
bukan orang tua yang berubah, tetapi hatimu yang kini mengeras.
Jika kamu masih bisa melihat wajah mereka hari ini, itu bukan beban, itu kesempatan.
Banyak anak di dunia ini,
yang rela menukar seluruh hartanya, hanya untuk bisa mendengar suara ibunya sekali lagi.
Hanya untuk bisa memeluk ayahnya satu kali saja.
Dan kamu?
Masih menunduk di depan layar saat ibumu bicara panjang lebar? Masih membiarkan ayahmu duduk diam di ruang tamu karena kamu merasa "lelah hari ini"?
Sadarlah...
Surga bukan untuk anak yang sibuk mengejar validasi dunia, tetapi lupa bahwa ridha Allah tergantung pada ridha orang tuanya.
Jika kamu masih memiliki orang tua... Jangan tunggu mereka meninggal baru kamu menangis. Sebab air matamu tidak akan mengubah apa pun saat mereka sudah kembali ke tanah.
Hari ini, bahagiakan mereka. Temani mereka. Peluk mereka. Dan minta maaf, jika kamu pernah menyakiti tanpa sengaja.
Karena waktu tidak pernah menunggu, dan penyesalan adalah luka yang tak bisa sem
buh, meskipun kamu sujud seumur hidupmu.